Peluang Ekspor Tuna Langsung dari Tahuna ke Gensan Filipina

Potensi Ekspor
Potensi kebaharain khususnya Pengelolaan ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan sekitarnya belum optimal sehingga belum memberikan efek yang signifikan terhadap kersejahteraan nelayan dan  Pendapatan Asli Daerah padahal tidak semua daerah di Indonesia memiliki potensi yang sama, Pelabuhan Tahuna di Sangihe belum ditetapkan sebagai Pelabuhan Internasional seperti halnya Pelabuhan Bitung yang telah ditetapkan sebagai Pelabuhan Internasional melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2016. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulawesi Utara telah menandatangi kerjasama dengan Kadin Davao dan General Santos, Filipina. Melalui kerjasama ini produk-produk dari Bitung bisa keluar-masuk (ekspor-impor) tanpa melalui Jakarta ataupun Singapura. Namun begitu Penjelasan Pasal 29 ayat (1) angka 7 Perturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Perairan menyatakan angkutan laut lintas batas dapat dilakukan dari Pelabuhan Tahuna langsung ke Pelabuhan General Santos Filipina. Sehingga ikan Tuna asal Sangihe dapat langsung dijual ke Filipina tanpa melalui Bitung. Mengingat Potensi keuntungan jika di jual per Kg Ikan Tuna langsung ke Gensan dengan harga Rp 45.000 dibandingkan di Bitung dengan harga Rp 17.000. 
KM. Yehuda merupakan Kapal Penangkap Tuna yang Parkir di Teluk Tamako Sangihe

Isu Keterampilan Nelayan Indonesia
Nelayan Tuna di Sangihe adalah tipe nelayan pantai yang merangkap sebagai petani pekebun, atau tipe nalayan one day fishing yang tidak terbiasa berkompetisi dan tinggal dilaut berhari-hari, sebagaimana yang dilkaukan oleh nelayan Filipina. Nelayan Filipina memiliki etos kerja yang lebih tinggi disamping lebih ahli dalam menangkap ikan Tuna dengan menggunakan pumboat dengan demikian para pemilik perahu di sangihe lebih menyukai merekrut tenaga kerja Filipina dibandingkan tenaga kerja lokal (Nadjib, M: 2015 Illegal Fishing in the Area Sangihe Sea Border). Selanjutnya penanganan ikan tuna di atas kapal sangat mempengaruhi kualitas ikan selanjutnya mempengaruhi harga ikan. Harga ikan tuna akan selalu menyesuaian degan kondisi kesegaran ikan itu sendiri, sehingga manajemen logistik rantai dingin diperlukan untuk mempertahankan grade yang baik. Selain permasalahan kondisi kesegaran ikan cara penanganan ikan yang baik diatas kapal harus menjadi keterampilan nelayan. Permasalahan lain terkait harga adalah harga jual ikan di Kota Bitung atau Kota Manado lebih rendah dibandingkan dengan harga jual ikan di General Santos Filipina. Secara nasional maupun internasional permasalahan nelayan lintas batas adalah pemberantasan illegal fishing. Selain itu, jika tidak diatasi hal tersebut dapat berdampak buruk bagi hubungan antara kedua negara (Indonesia-Filipina). Selain dampak nasional, kegiatan melintas batas yang dilakukan oleh nelayan juga memiliki dampak terhadap keamanan negara. Penangkapan ikan secara illegal membuat data produksi ikan menjadi tidak akurat, karena ikan hasil tangkapan tidak tercatat.
Umumnya Kapal Nelayan Sangihe mengunakan alat tangkap pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal yang berpangkalan di Tidore Tahuna







Sarana Produksi
Kabupaten kepulauan Sangihe memiliki 1 (satu) Pelabuhan Perikanan yaitu Pelabuhan Perikanan Dagho di Kampung Dagho Kecamatan Tamako. Pelabuhan ini berjarak sekitar 40 km dari Tahuna ibukota kepulauan Sangihe. Walaupun sudah ditetapkan sebagai sentra perikanan (SKPT) oleh Kementerian Kelautan dan perikanan, aktifitas kapal perikanan masih sangat minim disini. Dipelabuhan Dagho juga terdapat 2 (dua) unit pengolahan ikan yaitu: PT. Perindo Unit Tahuna, dan CV. Jassendo Sentosa Mandiri. Armada penangkapan umunya adalah kapal pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal dengan hasil tangkapan adalah ikan layang. Untuk kapal-kapal jenis hand line Tuna lebih memilih berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Bitung. Perturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2010 Tentang Angkutan Perairan pada pasal 29 ayat (1) berbunyi: “untuk memperlancar operasional kapal dan kepentingan perdanganan dengan negara tetangga dapat ditetapkan trayek angkutan laut lintas batas”. Penjelasan Pasal 29 ayat (1): “Yang dimaksud dengan “trayek angkutan laut lintas batas antara lain: 
  1. Pelabuhan Batam-Pelabuhan Singapura
  2. Pelabuhan Nunukan-Pelabuhan Tawau, Malaysia
  3. Pelabuhan Belawan-Pelabuhan Penang, Malaysia
  4. Pelabuhan Sambas-Pelabuhan Kuching, Malaysia
  5. Pelabuhan Sungai Nyamuk-Pelabuhan Tawau, Malaysia
  6. Pelabuhan Dumai-Pelabuhan Malaka, Malaysia
  7. Pelabuhan Tahuna-Pelabuhan General Santos, Fiipina
  8. Pelabuhan Jayapura-Pelabuhan Vanimo, Papua Nugini, dan
  9. Pelabuhan Oecussi-Pelabuhan Dilli, Timor Leste
KM. Nelayan 2016 5 yang rencananya akan digunakan untuk Ekspor Tuna ke Gensan Filipina


Penjelasan Pasal 29 ayat (1) angka 7 menyatakan angkutan laut lintas batas antara lain adalah Pelabuhan Tahuna-Pelabuhan General Santos Filipina. Pasal 29 ayat (3): “Penempatan kapal pada trayek angkutan laut lintas batas dilakukan oleh:
  1. Perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berukuran paling besar GT.175 (serratus tujuh puluh lima Gross Tonnage) dan
  2. Perusahaan pelayaran rakyat

Sejak 1 Feburari 2010 Peraturan Pemerintah ini ditetapkan antara Pelabuhan Tahuna dengan Pelabuhan General Santos Flipina belum ada kegiatan Ekspor.
Rapat Antara Pemerintah Indonesia dan Pelaku Usaha yang akan melakukan Ekspor dengan Pihak Gensan Filipina di SKIPM Tahuna 18 Juli 2023